Kamis, 24 Maret 2011

Tuhan dengarlah keluhku..



oh..ingin ku lepas keluhku 
padaMu..Tuhan penyayangku
ku..akui semua dosaku
meski tersipu tertunduk malu



jiwa dan hati tertutup debu
akalku terkurung nafsu
keta'atanku tertimbun penuh dosaku
Tuhan..tutupi aibku..


Tuhan jangan biarkan diriku
semakin jauh tertipu nafsu

hanya padaMu...kumohon ampun dari semua dosa..
jari lemahku..mengetuk pintu maafMu
agar Kau hapus salahku


TUhan..dengarlah..keluhku..

by : Hadad Alwi..Tuhan dengarlah keluhku..

nice song..i recommended to u..
:')


Allah, hanya Engkau muara kesabaranku..telaga keimananku...

Sabtu, 19 Maret 2011

NOT a Judge!!

_Bukan Sang Hakim_

Suasana damai penuh ceria

Saling berbagi kisah kenangan dunia
Namun kini……..

Hari-hari berjalan terasa berat
Ada ketersiksaan di dalam dada
Pertemuan bagai beban derita
Sulit untuk terlukiskan oleh kata
Karena perasaan yang bicara..
..yang bicara

Melihat wajahnya…..
Mendengar suaranya…..
Tersebut namanya…..
Benci…..

Bukalah mata hati, bukan mata benci
Kita bukanlah Sang Hakim
Yang layak untuk menghukum
Kita juga pernah tersalah, dan bersalah
Bencilah sekedarnya
Maafkanlah kekhilafannya…walau

Melihat wajahnya…..
Mendengar suaranya…..
Tersebut namanya…..
Benci…..

Kita bukanlah manusia yang sempurna
Janganlah merasa seolah tanpa noda
Kita hanya manusia yang penuh khilaf salah
Maafkanlah ia bila hatimu terluka
Karena kita bukan sang hakim


#kalo denger lagunya langsung, pasti lebih enak ^^

baru nemu nih lagu...yang nyanyi nasyider Maidany (dari medan lho..*promosi.com)


hmm, sebenarnya cukup menyindir saya, karena apa yang ada di dalam nasyid ini pernah saya alami (mungkin antum/na juga pernah-pastinya..), ampe nih lagu saya putar bolak balik (biar 'terinternalisasi' dalam diri..hehe)
yah, namanya juga bersaudara, pasti pernah sama-sama senang, sama-sama susah, tapi kadang kita ga bisa mengelak kalo kadang kita juga sakit hati..
bukan..ini bukan soal sensitif-sensitifan (apalagi kaum perempuan yang katanya suka sensitif kalo sebulan sekali ^^)..karena banyak orang yang sering mengkambinghitamkan si 'dia'..."oh, mungkin si fulanah lagi bulanan kali, jadinya sensitif.."

bukan itu sobat..
yang ingin saya utarakan disini, soal lidah kita..
kadang tanpa kita sadari, di tengah candaan dan gurauan di tengah saudara-saudara kita, mungkin kata-kata kita menyakiti hati saudara kita yang lain ato bahkan sering malah..
jangan sampai amal-amal kebaikan yang sudah kita panen di dunia tiba-tiba harus habis di akhirat hanya untuk membayar sakit hati saudara-saudara kita akibat lidah kita yang tidak terkontrol, Rasulullah SAW mengatakan itulah orang yang merugi.. 


keluarkanlah kata-kata yang baik untuk saudaramu (itu saudaramu!!), kata-kata positif, kata-kata motivasi, bukan malah menghina, meremehkan, merendahkan dan yang lain..(ingat beda lho kritik dengan menghina/meremehkan, ktirik juga adabnya..^^)
Benar apa yang dinasihatkan Rasulullah SAW bahwa diam adalah pilihan terbaik ketika tidak ada bahan ucapan yang baik..


jangan sampai juga,saudara kita tidak ingin melihat kita lagi karena benci dengan diri kita, bagaimana kita bisa menjadi saudara yang bermanfaat untuknya??

"...Tahukah kalian siapa orang yang paling bermanfaat itu?dialah orang yang ketika kita melihat wajahnya mengingatkan kita akan Allah SWT" (HR.Ibnu Majah)
 
subhanallah..bagaimana bisa kita mampu mengingatkan saudara kita akan Allah, sedangkan melihat wajah kita pun mereka enggan?

Nah, buat yang sakit hati (termasuk saya ga ya?hehe, ato malah saya yang sering menyakiti, hadeuh!!) maafkanlah saudaramu..mungkin dia sedang khilaf saat itu (tapi kalo khilafnya keseringan, kelewatan juga tuh! *ups bercanda..), maafkan ia, bayangkanlah segala kebaikan yang pernah ia berikan kepadamu..do'a orang yang terdhzolimi itu makbul kawan..so berdo'alah agar ia yang pernah menyakiti hatimu bisa diberikan petunjuk oleh Allah..amiin amiiin amiiin amiiin amiiin!!!


lebih jelas nya tentang fiqh canda dan humor??

Selasa, 15 Maret 2011

Madrasah Cinta (spesial untukmu wahai calon Bunda...)

abis ngecek email2 lama, n tadaaa..i found it :)
tulisan yang dikutip dari kk kelas dan ternyata dikutip juga olehnya ^^"
tulisan yang sangat menyentuh..


....MADRASAH CINTA.....

Apa yang paling dinanti seorang wanita yang baru saja menikah? Sudah pasti jawabannya adalah kehamilan. Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, seberat apa pun langkah yang mesti diayun, seberapa lama pun waktu yang kan dijalani, tak kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian dari seorang bidan; “positif”. 


Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali benih dalam kandungannya. Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil di perutnya. Seringkali ia bertanya; menangiskah ia?
Tertawakah ia? 
Sedih atau bahagiakah ia di dalam sana? 
Bahkan ketika waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta yang pernah diberikannya, ketika mati pun akan dipertaruhkannya asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia.
Rasa sakit pun sirna sekejap mendengar tangisan pertama si buah hati, tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran. 
Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar.

Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak-anak. Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak-anak. Si kecil baru saja berucap “Ma…” segera ia mengangkat telepon untuk mengabarkan ke semua yang ada didaftar telepon. Saat baru pertama berdiri, ia pun berteriak histeris, antara haru, bangga dan sedikit takut si kecil terjatuh dan luka. Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan langkah awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami tak terhenti rezekinya. Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhenti di tengah jalan. 


 “Demi anak”... “Untuk anak”,..
menjadi alasan utama ketika ia berada di pasar berbelanja keperluan si kecil. Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan membungkus beberapa potong makanan dalam tissue. Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya. Tak jarang, ia urung membeli baju untuknya dan berganti mengambil baju untuk anak. Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju si kecil. Meski pun, terkadang ia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, demi anak.

Disaat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas, periksalah catatannya. Di kertas kecil itu tertulis: 1. Uang sekolah anak, 2. Beli susu anak, … nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya. Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si kecil tetap terbeli. Takkan dibiarkan si kecil menangis, apa pun akan dilakukan agar senyum dan tawa riangnya tetap terdengar. 





Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babby sitter yang paling setia
Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu menunggu suntingan sang pangeran.
Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar dan menghalau musuh agar tak mengganggu. 
Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan sehari-hari.
Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya.
Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan suara menguapnya dengan auman harimau.
Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang sedetik. 
Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya menceritakan dongeng ke sekian.
Dalam kantuknya, ia terus pun mendongeng.

Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak yang akan berangkat ke kampus. Tak satu pun yang paling ditunggu kepulangannya selain suami dan anak-anak tercinta. Serta merta kalimat, “sudah makan belum?” tak lupa terlontar saat baru saja memasuki rumah. Tak peduli meski si kecil yang dulu kerap ia timang dalam dekapannya itu sudah menjadi orang dewasa yang bisa membeli makan siangnya sendiri di kampus. 



Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup bersama pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera air mata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di saat itu, ia pun sadar buah hati yang bertahun-tahun menjadi kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanya miliknya. Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, “Masihkah kau anakku?” 



Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir. Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, “bila ibu meninggal, ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku kalian”. Tak hanya itu, imam shalat jenazah pun ia meminta dari salah satu anaknya. “Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih sejak kecil,” ujarnya.

Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. 

Bagaimana mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? 
Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta sebenarnya. 

Ibu lah madrasah cinta saya, sekolah yang hanya punya satu mata pelajaran: cinta. 
Sekolah yang hanya ada satu guru: pecinta
Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: yang dicinta











Bayu Gawtama
Pecinta yang dicinta